Jumat, 18 Januari 2013

no need tutorial for hijab shar'i

no need tutorial for hijab syar'i
Hijab mendekatkanmu dengan syariat | penanda Muslimah yang taat.
Hijab membuatmu menarik karena iman | bukan cantik karena badan.
Hijab bukan terletak pada harga dan gaya | melainkan terletak pada sah dan syara’.
Hijab syar’i bukan memasung kebebasan Muslimah untuk berekspresi | namun jelas membatasi kenakalan lelaki dalam berimajinasi.
Semakin sederhana hijabmu | tanda mumpuni pemahamanmu.
Selembar kain penutup kepala sampai ke dada | tanpa belitan, tanpa transparan, tanpa surban, tanpa temali | taat itu sederhana.
Karena hijab bukan pengganti riasan rambut | yang telah ditutupi lalu harus dikompensasi hiasan lainnya.
Rumit itu sulit | but simple is adorable. (Felix Siauw)

klarifikasi kewjiban istri..

beberapa saat lalu, di home akun jejaring sosial saya, ramai teman-teman akhhwat *yang sudah menikah* nyaris serupa menshare sebuah tulisan.
seperti menjadi angin segar dan pembelaan atas kewajiban2 rumah tangga seorang istri..*hahaha

tulisan tersebut, tertulis dengan penulis Ust. abdul hakim
namun, ALHAMDULILLAH akhirnya sudah ada yg tabayyun langsung ke ustad ABDUL HAKIM BIN AMIR ABDAT. Jadi CLEAR..smua yaa.. sudah selesai ttg tulisan dbawah ini.. BAHWA BUKAN TULISAN USTAD ABDUL HAKIM BIN AMIR ABDAT.. adapun distatus sbelumnya ditulis "ust abdul hakim" mungkin ust abdul hakim yang lain..atau ada maksud tertentu dibalik smua itu.. saya tidak tau..wallahu a'lam...

dua orang ikhwan yg saya percaya (athoilah albatawy dan feri fajri albatawy) mngabarkan bahwa tulisan tsb adalah tulisan : ustadz ahmad sarwat, Lc dengan tagline "istri bukan pembantu", lebih lengkapnya bisa dilihat di web beliau. Wallahul a'lam.

supaya tidak memperpanjang lagi..mohon untuk tidak menulis komentar lagi setelah komentar terakhir saya ini.. karena masalah sudah clear..

jazakumullah khayran
---------------------------------------------------------------------------------
silahkan liat kronologisnya:
1. Saya copas status teman, yang bliau pun (nadia f. ferdina) sudah berlepas diri dengan menghapus status bliau, stlh diselediki sepertinya tulisan tsb BUKAN TULISAN UST ABDUL HAKIM BIN AMIR ABDAT

http://www.facebook.com/afra.afifah/posts/4620015976629?comment_id=5956811&ref=notif&notif_t=feed_comment

2. Saya klarifikasi, tapi belum dapat jawaban langsung..dan pasti (belum tabayyun langsung) kpd ust abdul hakim bin amir abdat

http://www.facebook.com/afra.afifah/posts/484926231539748?comment_id=96425582&ref=notif&notif_t=share_comment

3. ALHAMDULILLAH SUDAH di KLARIFIKASI (tabayyun) ke USTAD ABDUL HAKIM BIN AMIR ABDAT..dan BLIAU menyatakan bahwa itu BUKAN TULISAN bliau.. stlh itu, dapat sumber TERPERCAYA bahwa tulisan tsb adalah tulisan ust. AHMAD SARWAT, LC (bisa cek langsung di web bliau http://www.ustsarwat.com/)

4. Dengan ini saya menyatakan BERLEPAS DIRI thadap TULISAN tersebut (bukan tulisan ust abdul hakim bin amir abdat)

jazakumullah khayran

==========================================
TULISAN (YANG DISANGKA TULISAN UST ABDUL HAKIM BIN AMIR ABDAT DENGAN MENCANTUMKAN NAMA BLIAU DITULISAN TSB -PADAHAL BUKAN- ) :

Para Suami dilarang Terkejut (copas dr ukh Nisfatul Ummah)

Tulisan : Ustad Abdul Hakim Hafidhohullah

Mari kita renungkan hal berikut wahai para suami, lalu kita introspeksi dengan sikap kita selama ini kepada istri kita ?
...

- harta istri : bukan harta suami
- harta suami : sebagiannya adalah hak istri
- istri berhak menetapkan nilai mahar
- nafkah adalah kewajiban suami bukan kewajiban istri

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), DAN KARENA MEREKA (LAKI-LAKI) TELAH MENAFKAHKAN SEBAGIAN DARI HARTA MEREKA. (QS. An-Nisa' : 34)

Apa kata para ulama mazhab dalam masalah ini ?

1. Madzhab Hanafi

"Seandainya suami pulang membawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah, namun istrinya enggan memasak atau mengolahnya, maka istri itu tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk pulang membawa makanan yang siap santap" (Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai‘)

2. Mazhab Maliki
- Wajib atas suami melayani istrinya walau istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat
- Bila suami tidak pandai memberikan pelayanan, maka wajib baginya untuk menyediakan pembantu buat istrinya.

(kitab Asy-Syarhul Kabir oleh Ad-Dardiri)

3. Mazhab Syafi’i
- Tidak wajib bagi istri membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya untuk suaminya
- Karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta'), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban. .(kitab Al-Muhadzdzab oleh Asy-Syairozi)

4. Mazhab Hanbali
- Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur.
- Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Dan pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya. . (Imam Ahmad bin Hanbal)

5. Mazhab Dzahiri

- Tidak ada kewajiban bagi istri untuk mengadoni, membuat roti, memasak dan khidmat lain yang sejenisnya, walau pun suaminya anak khalifah.
- Suaminya itu tetap wajib menyediakan orang yang bisa menyiapkan bagi istrinya makanan dan minuman yang siap santap, baik untuk makan pagi maupun makan malam.
- Serta wajib menyediakan pelayan (pembantu) yang bekerja menyapu dan menyiapkan tempat tidur. .

(Al Muhalla - Ibnul Hazm)

via: Nadia F. Ferdina

cc: Sofyan Nugraha Dalila Sadida Siti Nurlaila A. Razak Ardhyana Rokhmah Pratiwi Arthesa Yunasril Elhami Dinda Sakrie Ikhlas Muhammad Yazzu Najlamazaya Marisa Tamara
Para Suami dilarang Terkejut (copas dr ukh Nisfatul Ummah)

Tulisan : Ustad Abdul Hakim Hafidhohullah

Mari kita renungkan hal berikut wahai para suami, lalu kita introspeksi dengan sikap kita selama ini kepada istri kita ?
...

- harta istri : bukan harta suami
- harta suami : sebagiannya adalah hak istri
- istri berhak menetapkan nilai mahar
- nafkah adalah kewajiban suami bukan kewajiban istri

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), DAN KARENA MEREKA (LAKI-LAKI) TELAH MENAFKAHKAN SEBAGIAN DARI HARTA MEREKA. (QS. An-Nisa' : 34)

Apa kata para ulama mazhab dalam masalah ini ?

1. Madzhab Hanafi

"Seandainya suami pulang membawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah, namun istrinya enggan memasak atau mengolahnya, maka istri itu tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk pulang membawa makanan yang siap santap" (Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai‘)

2. Mazhab Maliki
- Wajib atas suami melayani istrinya walau istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat
- Bila suami tidak pandai memberikan pelayanan, maka wajib baginya untuk menyediakan pembantu buat istrinya.

(kitab Asy-Syarhul Kabir oleh Ad-Dardiri)

3. Mazhab Syafi’i
- Tidak wajib bagi istri membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya untuk suaminya
- Karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta'), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban. .(kitab Al-Muhadzdzab oleh Asy-Syairozi)

4. Mazhab Hanbali
- Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur.
- Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Dan pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya. . (Imam Ahmad bin Hanbal)

5. Mazhab Dzahiri

- Tidak ada kewajiban bagi istri untuk mengadoni, membuat roti, memasak dan khidmat lain yang sejenisnya, walau pun suaminya anak khalifah.
- Suaminya itu tetap wajib menyediakan orang yang bisa menyiapkan bagi istrinya makanan dan minuman yang siap santap, baik untuk makan pagi maupun makan malam.
- Serta wajib menyediakan pelayan (pembantu) yang bekerja menyapu dan menyiapkan tempat tidur. .

(Al Muhalla - Ibnul Hazm)

fb : afra afifah