Jumat, 16 November 2012

just


cuma pengen satu hadiah,
menikah dengan ai yang sholeh.
titik.


*just want one present!
 

 
you..

Sabtu, 10 November 2012

Beberapa Kesalahan Dalam Mesjid

Beberapa Kesalahan Dalam Mesjid

Ust. Zainal Abidin, Lc
10 November 2012
Masjid Arrohmat, Slipi, Jakarta Barat

Karena kesibukan saya belakangan ini, dan karena ada beberapa masalah yang membuat saya tidak dapat mengikuti kajian sabtu pagi di mesjid Arrohmat. Maka, sabtu ini, akhirnya, alhamdulillah bisa sempat kajian juga.
dan apa rasanya? hauuuus. *uda seminggu sekali, jarang datang pula. :(

kali ini, jadwal Ust. Zainal Abidin.
Sering saya berfikir, mengapa sekarang banyak sekali mesjid dengan bangunan super megah juga indah?
diantara rumah2 kumuh dan rakyat, juga umat yang serba kekurangan?
dibenarkankah jika, Beliau-Baginda Rasulullah ada di zaman kita?

Di antara kesalahan yang terjadi di mesjid adalah


1. Menghiasi masjid dengan membangun bangunan yang melampaui batas kemewahan.
Ini juga termasuk bid’ah yang tercela, karena perbuatan ini menyerupai perbuatan orang-orang nashara yang mereka menghiasi gereja-gereja  dengan melampaui batas.

menghiasi mesjid dan memahatnya, berdasarkan hadist Rasulullah :
       
 إِذَا زَوَّقْتُمْ مَسَاجِدَكُمْ وَحَلَّيْتُمْ مَصَاحِفَكُمْ فَالدَّمَارُ عَلَيْكُمْ
“Apabila kalian telah memperindah mesjid kalian dan menghiasi mushaf-mushafmu maka kehancuran telah menimpa kalian”.[1]
Dalam riwayat lain disebutkan Rasulullah  bersabda:    
 لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهىَ النَّاسُ فِي اْلمَسَاجِدِ
“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah) mesjid”.[2]. ([3]) ([4]).

Di antara kesalahan yang sering terjadi adalah shalat di atas hamparan yang diperindah.
Di antara kesalahan yang juga sering terjadi adalah menjadikan mesjid sebagai jalanan untuk lewat, berdasarkan sabda Rasulullah:
 لاَ تَتَّخِذُوْا اْلمَسَاجِدَ طُرُقًا إِلاَّ لِذِكْرٍ اَوْ صَلاَةٍ
“Janganlah engkau menjadikan mesjid sebagai jalan untuk lewat kecuali untuk berdzikir dan menunaikan shalat”.[5]
2. Menjadikan kuburan Nabi dan orang orang shalih sebagai masjid atau tempat ibadah.
Awal mula munculnya kerusakan ini adalah ketika kaum Nabi Nuh  kehilangan orang-orang shalih yang ada pada mereka yang namanya disebut di dalam Al-Qur’an,
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.” (QS. Nuh: 23)

Ada beberapa hal tentang hukum sholat dalam mesjid yang didalamnya terdapat kuburan,
  1. Jika terdapat kuburan dahulu, baru dibangun masjid : hukumnya haram, dan sholatnya tidak sah
  2. Jika terdapat masjid dahulu, baru kuburan : Jika kuburan berada di samping kanan-kiri,atau belakang mesjid hukumnya haram, namun sholatnya sah.

Abdullah bin Abbas  dalam menafsirkan ayat di atas beliau berkata: “Mereka nama-nama orang yang shalih di umatnya Nabi Nuh, ketika mereka telah mati syaithan mengilhamkan kepada kaum Nuh agar mereka membuat atau mendirikan patung-patung orang-orang shalih tersebut di depan majelis-majelis mereka sehingga mereka merasa lebih semangat dan lebih khusyu’ kalau beribadah di depan patung-patung itu. Akan tetapi dikala itu mereka belum menyembah patung-patung tersebut. Namun generasi ganti generasi dan ilmu sudah mulai dicabut serta kebodohan semakin menyebar akhirnya patung-patung itulah yang akhirnya disembah”.
Demikian pula kerusakan ini masuk pada peribadatan orang-orang yahudi dan nashara. Di riwayatkan  oleh ‘Aisyah radhiyallahu’anha, dia berkata bahwasanya Ummu Salamah pernah menceritakan kepada Nabi satu gereja di bumi Habasyah, bahwa dirinya melihat di dalam gereja ada patung-patung, mendengar cerita demikian maka Nabi  bersabda: “Mereka itu suatu kaum jika telah mati di antara mereka hamba yang shalih maka mereka membangun kuburannya sebagai masjid kemudian mereka membuat patung di dalamnya, mereka itu sejelek-jeleknya makhluq di sisi Allah .” (H.R Bukhari-Muslim)
Dan kerusakan ini akhirnya juga menimpa umat Islam, betapa banyak kaum muslimin yang mereka menjadikan kuburan-kuburan orang yang mereka anggap sebagai orang yang shalih atau memiliki jasa bagi umat. Mereka membangun masjid yang ada kuburan orang sholih tersebut, padahal Nabi kita selalu memperingatkan dari kesalahan ini, dari bahaya serta kerusakan-kerusakan dari membangun masjid di atas kuburan.
Beliau  bersabda : “Semoga Allah  memerangi orang-orang yahudi yang mereka menjadikan kuburan-kuburan para Nabi-Nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam riwayat yang lain beliau juga bersabda :
لَاتَجْعَلُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَا تَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ
“Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai hari raya! Bershalawatlah kepadaku karena shalawat itu akan sampai kepadaku dimana saja kalian berada.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa kuburan Rasulullah  adalah kuburan yang paling mulia di muka bumi ini, akan tetapi Nabi sungguh melarang kuburannya dijadikan sebagai hari raya dan sebagai tempat ibadah. Apalagi kuburan selain beliau tentunya  larangannya lebih besar lagi. Beliau  juga bersabda :
لَا تَجْلِسُوْا عَلَى الْقُبُوْرِ وَلَاصَلُّوْا إِلَيْهَا
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah kalian shalat di dalamnya.” (HR. Muslim)
Telah di nukil dari Imam Nawawi dan Imam Syafi’i dimana beliau berkata :
وَأَكْرَهُ أَنْ يُعَظَّمَ مَخْلُوْقٌ حَتَّى يُجْعَلَ قَبْرَهُ مَسْجِدًا مَخَافَةَ الْفِتْنَةِ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ بَعْدَهُمُ النَّاسُ
“Aku tidak suka diagungkannya makhluq sampai menjadikan kuburan mereka menjadi masjid, karena aku takut hal itu akan jadi fitnah bagi orang orang setelahku dan dari kalangan manusia.”
Dengan demikian sangatlah jelas bagi kita bahwasanya larangan menjadikan kuburan sebagai masjid adalah larangan yang menunjukkan dosa besar bahkan bisa membawa kepada kesyirikan.

Tabarruk (ngalap berkah) dengan masjid
Para pembaca yang mulia, pada asalnya bersungguh sungguh dalam bepergian kepada suatu masjid untuk mengagungkan dan ngalap berkah itu adalah hal yang dilarang kecuali di tiga masjid saja yaitu Masjidil Haram, Masjidil Al-Aqsha dan masjid Nabawi. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,  Nabi  bersabda,
لَاتَشَدُّ الرِّحَالَ إِلَّا ثَلَاثَةَ مَسَاجِدَ مَسْجِدِيْ هَذَا وَمَسْجِدَالْحَرَامِ وَمَسْجِدَ الْئَقْصَى
“Janganlah kamu melakukan bepergian dengan sungguh-sungguh kecuali di tiga masjid yaitu masjidku ini (yang dimaksud adalah masjid Nabawi) dan Masjidil Haram yang ada di makkah dan Masjidil Al-Aqsha yang ada di palestina.”
Dari hadits di atas menunjukkan bahwa melakukan safar dengan sungguh-sungguh, mengeluarkan harta, tenaga, bahkan jiwa menuju suatu masjid atau tempat yang di yakini masjid atau tempat itu memiliki keutamaan karena di dalamnya ada kuburan orang yang shalih atau mungkin masjid itu dulu pernah shalat di dalamnya orang-orang yang mempunyai keutamaan dari kalangan para wali-wali Allah atau yang lainnya, maka hal yang demikian adalah terlarang atau haram, bahkan bisa mengarah kepada kesyirikan, jika diyakini bahwa dengan perginya ke masjid itu bisa mendatangkan keselamatan atau mungkin menjadikan banyak rizqinya atau yang lainnya dari keyakinan-keyakinan yang syirik.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ‘Umar bin Khathab adalah seorang yang sangat semangat untuk menjelaskan tercelanya bid’ah ini. Di riwayatkan dari Ma’rur Bin Suwaid, dia berkata, “Kami keluar bersama ‘Umar dalam suatu perjalanan maka di hadapan kami ada sebagian jalan yang menuju ke sebuah masjid maka manusia bersegera menuju masjid tersebut untuk melaksanakan shalat di dalamnya. Lantas ‘Umar berkata: “Ada apa kalian?” Mereka berkata: “Ini masjid yang Nabi pernah shalat di dalamnya”, maka ‘Umar pun marah dan menunjukkan rasa tidak senangnya dengan amalan itu kemudian ‘Umar berkata: “Barang siapa yang ingin sholat di dalamnya, ya shalatlah dan barang siapa tidak ingin shalat di dalamnya, ya tinggalkanlah.” Artinya jangan sampai ada keyakinan bahwa shalat di masjid tersebut ada nilai lebih atau ada keutamaan lebih dari masjid-masjid yang lainnya karena tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan masjid tersebut.”

Masjid yang Nabi  pernah sholat di dalamnya dan masjid itu tidak ada kuburanya, akan tetapi ketika seseorang meyakini  bahwa shalat di dalamnya mempunyai keutamaan maka ‘Umar  pun melarangnya dikarenakan tidak adanya dalil yang menjelaskan hal tersebut. Bandingkan dengan umat sekarang ini, yang mereka pergi dengan sungguh-sungguh ke tempat atau masjid yang mereka yakini ada keutamaan lebih dibandingkan dengan masjid yang lain, bahkan di tambah lagi masjidnya ada kuburanya dari tokoh-tokoh yang dikeramatkan, kira-kira bagaimana marahnya ‘Umar  kalau seandainya  beliau menyaksikan hal tersebut. Semoga Allah  menyelamatkan kita dari bid’ah tercela ini.

3. Menggunakan gambar, lukisan tokoh atau merk suatu produk.

Sebagian umat Islam merasa bangga kalau bisa memperindah masjid-masjid dengan lukisan-lukisan atau gambar-gambar atau tulisan-tulisan yang di perindah bahkan sampai ada foto-foto dari tokoh-tokoh yang di agungkan, wal’iyadzubillah.


4. Menjadikan suara jam (di dalam mesjid) seperti suara lonceng yang selalu berbunyi secara teratur seperti bunyi lonceng orang-orang Nashrani.

Di antara kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid sehingga mengganggu shalat dan bacaan orang lain.

Sungguh Rasulullah telah melarang orang-orang yang melingkar dalam berkumpul untuk membuat kelompok di dalam masjid karena mereka juga akan keluar dari masjid dengan berkelompok-kelompok mereka masing-masing. Dari Jabir bin Samuroh, dia berkata: Rasulullah r memasuki masjid pada saat adanya kelompok-kelompok sedang berkumpul di dalam mesjid. Lalu Rasulullah rmenegur mereka: “Kenapa saya melihat kalian berkelompok-kelompok?”.
Melarang anak-anak kecil untuk masuk
Mereka menyatakan bahwa anak-anak itu kebiasaan mereka suka bermain-main dan itu akan menyebabkan terganggunya orang yang shalat di dalam masjid, mereka berdalilkan dengan hadits :
وَجَنِّبُوْا مَسَاجِدَكُمْ صِبِّيَانَكُمْ وَمَجَانِيْنَكُمْ
“Jauhkanlah masjid masjid kalian dari anak anak dan orang gila.”
Hadits di atas adalah lemah sekali, tidak shahih sanadnya dan telah shahih dari Nabi  menyelisihi hal tersebut dimana Hasan dan Husain, cucu beliau , yang ketika masih kecil sering masuk masjid, bahkan pernah naik di punggung Nabi  ketika beliau sedang sujud. Bahkan Nabi pernah turun dari mimbar ketika khatbah hanya beliau ingin menggendong Hasan dan Husain.
Jual Beli Jual beli di dalam masjid hukumnya haram, berdasarkan hadits: “Apabila kalian melihat orang menjual atau membeli barang dalam masjid maka katakan kepadanya: “semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual belimu.” (HR. Tirmidzi). Hadits ini juga memerintahkan kita yang melihatnya untuk mengatakan: ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual-belimu’ sebagai teguran dalam bentuk doa, karena memang masjid dibangun bukan untuk jual beli.

Keutamaan dalam Masjid
  • Saat berjalan menuju shalat hendaklah berdo’a dengan mengucapkan:
للّهُمَّ اجْعَلْ فيِ قَلْبِي نُوْرًا وَاجْعَلْ فِي لِسَانِي نُوْرًا وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُوْرًا وَاجْعَلْ فِي بَصَرِي نُوْرًا وَاجْعَلْ خَلْفِي نُوْرًا وَأَمَامِي نُوْرًا وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُوْرًا وَمِنْ تَحْتِي نُوْرًا اَللّهُمَّ وَأَعْظِمْ لِي نُوْرًا
“Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya, dan jadikanlah di dalam lisanku cahaya, dan jadikanlah pada pendengaranku cahaya, dan jadikanlah pada penglihatanku cahaya, dan jadikanlah di sebelah belakangku cahaya dan di hadapanku cahaya, dan jadikanlah di atasku cahaya dan di bawahku cahaya. Ya Allah, agungkanlah cahayaku!”.
  • Memasuki masjid dengan mendahulukan kaki kanan dan berdo’a dengan mengucapkan
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ افْتَحْ لِي أََبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah bukakanlah pintu rahmatmu bagiku”.
  • Mendahulukan kaki kiri saat keluar dari mesjid dan berdo’a dengan mengucapkan:
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah limpahkanlah karuniaMu kepadaku”.
  • Menunaikan shalat tahiyatul masjid saat memasuki sebuah mesjid. Berdasarkan hadits riwayat Abi Qotadah Al-Sulami bahwa Rasulullah r bersabda:
  إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُم ُالْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ اَنْ يَجْلِسَ
        “Apabila salah seorang di antara kalian memasuki masjid maka hendaklah dia shalat dua rekakat sebelum duduk”.[7] Dan di antara kesalahan yang sering terjadi adalah ditinggalkannya shalat tahiyyatul masjid hanya karena waktu tersebut adalah waktu dilarang mengerjakan shalat sunnah.
  • Terdapat keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk-duduk di masjid untuk menunggu shalat, berdasarkan sabda Rasulullah r:
فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فيِ الصَّلاَةِ مَاكَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ واْلمَلاَئِكَةُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ أَحَدِكُمْ مَادَامَ فَِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلىَّ فِيْهِ يَقُوْلُوْنَ: اَللّهُمَّ ارْحَمْهُ الّلهُمَّ اغْفِرْ لَهُ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ
Apabila seseorang memasuki masjid, maka dia dihitung berada dalam shalat selama shalat tersebut yang menahannya (di dalam masjid), dan para malaikat berdo’a kepada salah seorang di antara kalian selama dia berada pada tempat shalatnya, Mereka mengatakan: “Ya Allah, curahkanlah rahmat kepadanya, ya Allah ampunilah dirinya selama dia tidak menyakiti orang lain dan tidak berhadats”.
Termasuk sunnah shalat dengan memakai sandal di mesjid. Anas bin Malik t pernah ditanya: Apakah Rasulullah shalat dengan memakai kedua sandalnya?. Dia menjawab: “Ya”.[8] Dan apabila seseorang memasuki mesjid lalu melepas kedua sandalnya dan tidak shalat dengan memakai keduanya maka hendaklah dia menjadikannya di sebelah kirinya jika dia sendiri di dalam shaf, namun jika dirinya bersama jama’ah lain dalam shalat berjama’ah maka hendaklah dia meletakkannya di antara kedua kakinya berdasarkan hadits:

إِذَا صَلىَّ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَضَعْ نَعْلَيْهِ عَنْ يَمِيْنِهِ وَلاَ يَضَعْهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَتَكُوْنَ عَنْ يَمِيْنِ غَيْرِهِ إِلاَّ أَلاَّ يَكُوْنَ عَنْ يَسَارِهِ أَحَدٌ وَلْيَضَعْهُمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat maka janganlah dia meletakkan sandalnya di sebelah kanannya dan jangan pula disebelah kirinya sehingga bertempat di sebelah kanan jama’ah yang lainnya kecuali jika tidak ada seorangpun di sebelah kirinya. Hendaklah dia meletakannya di antara kedua kakinya”.([9])[10].

Tidak lewat di hadapan orang yang sedang shalat, berdasarkan sabda Nabi :
لَـوْيَعْلَمُ اْلمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ اْلمُصَليِّ مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِـفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرًا لًهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya seorang yang lewat di hadapan orang yang sedang shalat mengetahui besar akibat yang harus ditanggunganya, niscaya berhenti selama empat puluh lebih baik baginya dari pada berjalan di hadapannya”.[11]. Dianjurkan bagi orang yang shalat untuk menjadikan sutrah (pembatas) bagi dirinya, berdasarkan hadits:
إِذَا صَلىَّ أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلىَ سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat maka hendaklah melaksanakannya di hadapan sutroh dan mendekatlah dengannya”.[12]
  • Membersihkan mesjid adalah perbuatan yang utama, dan Nabi r menganggap berludah di mesjid sebagai kesalahan dan penebus dosanya adalah menimbunnya[13], dan hadits yang menerangkan bahwa mahar bidadari adalah membersihkan mesjid adalah hadits yang lemah.
  • Tidak boleh bagi orang kafir memasuki salah satu al-haromaini sekalipun dengan idzin seorang muslim, dan diperbolehkan bagi Al-Zimmi (Orang kafir yang terikat perjanjian dengan orang muslim) jika orang tersebut diupah untuk membangun keduanya selama tidak ada orang muslim yang bisa mengerjakan pekerjaan tersebut.
  • Ibnu Muflih rahimahullah berkata: Dan para guru kami berkata: Tidak mengapa dengan apa yang terjadi pada zaman kita, yaitu menutup mesjid di luar waktu-waktu shalat, karena khawatir akan terjadinya pencurian terhadap barang-barang milik mesjid.[14]
  • Sesungguhnya mesjid-mesjid yang terdapat di dalam rumah (ruang-ruang yang dipergunakan untuk shalat) tidak berlaku padanya hukum mesjid, menurut jumhur ulama oleh karenanya tidak mencegah orang yang junub dan wanita haid untuk masuk di dalamnya.[15]
Wallahu  a’lamu bish shawab.



Maraji’ : Kitab As-Sunan Wal Mubtadi’at Fil ‘Ibadah
http://almadinah.or.id/495-kerusakan-kerusakan-seputar-masjid.html
nn.guru-indonesia.net
muslim.or.id
[1]Dihasankan oleh Albani dalam kitab sisilatus shahihah 3/135.
[2] Shahih Abu Dawud no: 475
[3] Bisa jadi bagian ini tidak ada hubungannya dengan bab tentang adab di dalam mesjid namun saya menyebutkannya agar seseorang mengambil manfaat dariya dalamhal yang berhungan dengan mesjid.
[4] Dan orang yang pertama kali memberikan unsur emas bagi ka’bah dan menghiasi mesjid adalah Al-Walid bin Abdul Malik saat ia diutus ke Khalid bin Adullah Al-Qusari dan ke Mekkah pada saat itu. (Al-Adabus Syar’iyah 3/374)
[5] Dihasankan oleh Albani dalam kitab Al-Silsilah Al-Shahihah no: 1001.
[6] HR. Muslim no: 407.
[7] Muttafaq Alaihi.
[8] HR. Bukhari no: 386, Muslim no:255.
[9] HR. Abu Dawud no: 609.
[10] Sangat sulit bagi seseorang untuk memasuki mesjid dengan kedua sendalnya lalu shalat dengan keduanya pada zaman ini.
[11] HR. Abu Dawud no: 649.
[12] HR. Abu Dawud no: 646
[13] HR. Bukhari no: 415, Muslim no:552.
[14] Al-Adabus Syar’iyah 3/384.
[15] Fathul  Bari, Ibnu Rajab 1/551.