Beberapa Kesalahan Dalam Mesjid
Ust. Zainal Abidin, Lc
10 November 2012
Masjid Arrohmat, Slipi, Jakarta Barat
Karena kesibukan saya belakangan ini, dan karena ada beberapa masalah yang membuat saya tidak dapat mengikuti kajian sabtu pagi di mesjid Arrohmat. Maka, sabtu ini, akhirnya, alhamdulillah bisa sempat kajian juga.
dan apa rasanya? hauuuus. *uda seminggu sekali, jarang datang pula. :(
kali ini, jadwal Ust. Zainal Abidin.
Sering saya berfikir, mengapa sekarang banyak sekali mesjid dengan bangunan super megah juga indah?
diantara rumah2 kumuh dan rakyat, juga umat yang serba kekurangan?
dibenarkankah jika, Beliau-Baginda Rasulullah ada di zaman kita?
Di antara kesalahan yang terjadi di mesjid adalah
1. Menghiasi masjid dengan membangun bangunan yang melampaui batas kemewahan.
Ini juga termasuk bid’ah yang tercela,
karena perbuatan ini menyerupai perbuatan orang-orang nashara yang
mereka menghiasi gereja-gereja dengan melampaui batas.
menghiasi mesjid dan memahatnya, berdasarkan hadist Rasulullah :
إِذَا زَوَّقْتُمْ مَسَاجِدَكُمْ وَحَلَّيْتُمْ مَصَاحِفَكُمْ فَالدَّمَارُ عَلَيْكُمْ
“Apabila kalian telah memperindah mesjid kalian dan menghiasi mushaf-mushafmu maka kehancuran telah menimpa kalian”.[1]
Dalam riwayat lain disebutkan Rasulullah bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهىَ النَّاسُ فِي اْلمَسَاجِدِ
“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah) mesjid”.[2]. ([3]) ([4]).
Di antara kesalahan yang sering terjadi adalah shalat di atas hamparan yang diperindah.
Di antara kesalahan yang juga sering terjadi adalah menjadikan mesjid sebagai jalanan untuk lewat, berdasarkan sabda Rasulullah:
لاَ تَتَّخِذُوْا اْلمَسَاجِدَ طُرُقًا إِلاَّ لِذِكْرٍ اَوْ صَلاَةٍ
“Janganlah engkau menjadikan mesjid sebagai jalan untuk lewat kecuali untuk berdzikir dan menunaikan shalat”.[5]
2. Menjadikan kuburan Nabi dan orang orang shalih sebagai masjid atau tempat ibadah.
Awal mula munculnya kerusakan ini adalah
ketika kaum Nabi Nuh kehilangan orang-orang shalih yang ada pada
mereka yang namanya disebut di dalam Al-Qur’an,
“Dan mereka berkata: “Jangan
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan
pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula
suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.” (QS. Nuh: 23)
Ada beberapa hal tentang hukum sholat dalam mesjid yang didalamnya terdapat kuburan,
- Jika terdapat kuburan dahulu, baru dibangun masjid : hukumnya haram, dan sholatnya tidak sah
- Jika terdapat masjid dahulu, baru kuburan : Jika kuburan berada di samping kanan-kiri,atau belakang mesjid hukumnya haram, namun sholatnya sah.
Abdullah bin Abbas dalam menafsirkan
ayat di atas beliau berkata: “Mereka nama-nama orang yang shalih di
umatnya Nabi Nuh, ketika mereka telah mati syaithan mengilhamkan kepada
kaum Nuh agar mereka membuat atau mendirikan patung-patung orang-orang
shalih tersebut di depan majelis-majelis mereka sehingga mereka merasa
lebih semangat dan lebih khusyu’ kalau beribadah di depan patung-patung
itu. Akan tetapi dikala itu mereka belum menyembah patung-patung
tersebut. Namun generasi ganti generasi dan ilmu sudah mulai dicabut
serta kebodohan semakin menyebar akhirnya patung-patung itulah yang
akhirnya disembah”.
Demikian pula kerusakan ini masuk pada
peribadatan orang-orang yahudi dan nashara. Di riwayatkan oleh ‘Aisyah
radhiyallahu’anha, dia berkata bahwasanya Ummu Salamah pernah
menceritakan kepada Nabi satu gereja di bumi Habasyah, bahwa dirinya
melihat di dalam gereja ada patung-patung, mendengar cerita demikian
maka Nabi bersabda: “Mereka itu suatu kaum jika telah mati di
antara mereka hamba yang shalih maka mereka membangun kuburannya sebagai
masjid kemudian mereka membuat patung di dalamnya, mereka itu
sejelek-jeleknya makhluq di sisi Allah .” (H.R Bukhari-Muslim)
Dan kerusakan ini akhirnya juga menimpa
umat Islam, betapa banyak kaum muslimin yang mereka menjadikan
kuburan-kuburan orang yang mereka anggap sebagai orang yang shalih atau
memiliki jasa bagi umat. Mereka membangun masjid yang ada kuburan orang
sholih tersebut, padahal Nabi kita selalu memperingatkan dari kesalahan
ini, dari bahaya serta kerusakan-kerusakan dari membangun masjid di atas
kuburan.
Beliau bersabda : “Semoga Allah memerangi orang-orang yahudi yang mereka menjadikan kuburan-kuburan para Nabi-Nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam riwayat yang lain beliau juga bersabda :
لَاتَجْعَلُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَا تَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ
“Janganlah kalian jadikan kuburanku
sebagai hari raya! Bershalawatlah kepadaku karena shalawat itu akan
sampai kepadaku dimana saja kalian berada.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah
rahimahullah menyatakan bahwa kuburan Rasulullah adalah kuburan yang
paling mulia di muka bumi ini, akan tetapi Nabi sungguh melarang
kuburannya dijadikan sebagai hari raya dan sebagai tempat ibadah.
Apalagi kuburan selain beliau tentunya larangannya lebih besar lagi.
Beliau juga bersabda :
لَا تَجْلِسُوْا عَلَى الْقُبُوْرِ وَلَاصَلُّوْا إِلَيْهَا
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah kalian shalat di dalamnya.” (HR. Muslim)
Telah di nukil dari Imam Nawawi dan Imam Syafi’i dimana beliau berkata :
وَأَكْرَهُ أَنْ يُعَظَّمَ مَخْلُوْقٌ
حَتَّى يُجْعَلَ قَبْرَهُ مَسْجِدًا مَخَافَةَ الْفِتْنَةِ عَلَيْهِ
وَعَلَى مَنْ بَعْدَهُمُ النَّاسُ
“Aku tidak suka diagungkannya
makhluq sampai menjadikan kuburan mereka menjadi masjid, karena aku
takut hal itu akan jadi fitnah bagi orang orang setelahku dan dari
kalangan manusia.”
Dengan demikian
sangatlah jelas bagi kita bahwasanya larangan menjadikan kuburan
sebagai masjid adalah larangan yang menunjukkan dosa besar bahkan bisa
membawa kepada kesyirikan.
Tabarruk (ngalap berkah) dengan masjid
Para pembaca yang mulia, pada asalnya
bersungguh sungguh dalam bepergian kepada suatu masjid untuk
mengagungkan dan ngalap berkah itu adalah hal yang dilarang kecuali di
tiga masjid saja yaitu Masjidil Haram, Masjidil Al-Aqsha dan masjid
Nabawi. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, Nabi bersabda,
لَاتَشَدُّ الرِّحَالَ إِلَّا ثَلَاثَةَ مَسَاجِدَ مَسْجِدِيْ هَذَا وَمَسْجِدَالْحَرَامِ وَمَسْجِدَ الْئَقْصَى
“Janganlah kamu melakukan bepergian
dengan sungguh-sungguh kecuali di tiga masjid yaitu masjidku ini (yang
dimaksud adalah masjid Nabawi) dan Masjidil Haram yang ada di makkah dan
Masjidil Al-Aqsha yang ada di palestina.”
Dari hadits di atas menunjukkan bahwa
melakukan safar dengan sungguh-sungguh, mengeluarkan harta, tenaga,
bahkan jiwa menuju suatu masjid atau tempat yang di yakini masjid atau
tempat itu memiliki keutamaan karena di dalamnya ada kuburan orang yang
shalih atau mungkin masjid itu dulu pernah shalat di dalamnya
orang-orang yang mempunyai keutamaan dari kalangan para wali-wali Allah
atau yang lainnya, maka hal yang demikian adalah terlarang atau haram,
bahkan bisa mengarah kepada kesyirikan, jika diyakini bahwa dengan
perginya ke masjid itu bisa mendatangkan keselamatan atau mungkin
menjadikan banyak rizqinya atau yang lainnya dari keyakinan-keyakinan
yang syirik.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa
‘Umar bin Khathab adalah seorang yang sangat semangat untuk menjelaskan
tercelanya bid’ah ini. Di riwayatkan dari Ma’rur Bin Suwaid, dia
berkata, “Kami keluar bersama ‘Umar dalam suatu perjalanan maka di
hadapan kami ada sebagian jalan yang menuju ke sebuah masjid maka
manusia bersegera menuju masjid tersebut untuk melaksanakan shalat di
dalamnya. Lantas ‘Umar berkata: “Ada apa kalian?” Mereka berkata: “Ini
masjid yang Nabi pernah shalat di dalamnya”, maka ‘Umar pun marah dan
menunjukkan rasa tidak senangnya dengan amalan itu kemudian ‘Umar
berkata: “Barang siapa yang ingin sholat di dalamnya, ya shalatlah dan
barang siapa tidak ingin shalat di dalamnya, ya tinggalkanlah.” Artinya
jangan sampai ada keyakinan bahwa shalat di masjid tersebut ada nilai
lebih atau ada keutamaan lebih dari masjid-masjid yang lainnya karena
tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan masjid tersebut.”
Masjid yang Nabi pernah sholat di
dalamnya dan masjid itu tidak ada kuburanya, akan tetapi ketika
seseorang meyakini bahwa shalat di dalamnya mempunyai keutamaan maka
‘Umar pun melarangnya dikarenakan tidak adanya dalil yang menjelaskan
hal tersebut. Bandingkan dengan umat sekarang ini, yang mereka pergi
dengan sungguh-sungguh ke tempat atau masjid yang mereka yakini ada
keutamaan lebih dibandingkan dengan masjid yang lain, bahkan di tambah
lagi masjidnya ada kuburanya dari tokoh-tokoh yang dikeramatkan,
kira-kira bagaimana marahnya ‘Umar kalau seandainya beliau menyaksikan
hal tersebut. Semoga Allah menyelamatkan kita dari bid’ah tercela ini.
3. Menggunakan gambar, lukisan tokoh atau merk suatu produk.
Sebagian umat Islam merasa bangga kalau bisa
memperindah masjid-masjid dengan lukisan-lukisan atau gambar-gambar atau
tulisan-tulisan yang di perindah bahkan sampai ada foto-foto dari
tokoh-tokoh yang di agungkan, wal’iyadzubillah.
4. Menjadikan suara jam (di
dalam mesjid) seperti suara lonceng yang selalu berbunyi secara teratur
seperti bunyi lonceng orang-orang Nashrani.
Di antara kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid sehingga mengganggu shalat dan bacaan orang lain.
Sungguh Rasulullah telah melarang orang-orang yang
melingkar dalam berkumpul untuk membuat kelompok di dalam masjid karena
mereka juga akan keluar dari masjid dengan berkelompok-kelompok mereka
masing-masing. Dari Jabir bin Samuroh, dia berkata: Rasulullah r memasuki masjid pada saat adanya kelompok-kelompok sedang berkumpul di dalam mesjid. Lalu Rasulullah rmenegur mereka: “Kenapa saya melihat kalian berkelompok-kelompok?”.
Melarang anak-anak kecil untuk masuk
Mereka menyatakan bahwa anak-anak itu
kebiasaan mereka suka bermain-main dan itu akan menyebabkan terganggunya
orang yang shalat di dalam masjid, mereka berdalilkan dengan hadits :
وَجَنِّبُوْا مَسَاجِدَكُمْ صِبِّيَانَكُمْ وَمَجَانِيْنَكُمْ
“Jauhkanlah masjid masjid kalian dari anak anak dan orang gila.”
Hadits di atas adalah lemah sekali,
tidak shahih sanadnya dan telah shahih dari Nabi menyelisihi hal
tersebut dimana Hasan dan Husain, cucu beliau , yang ketika masih kecil
sering masuk masjid, bahkan pernah naik di punggung Nabi ketika beliau
sedang sujud. Bahkan Nabi pernah turun dari mimbar ketika khatbah hanya
beliau ingin menggendong Hasan dan Husain.
Jual Beli
Jual beli di dalam masjid hukumnya haram, berdasarkan hadits: “Apabila
kalian melihat orang menjual atau membeli barang dalam masjid maka
katakan kepadanya: “semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual
belimu.” (HR. Tirmidzi). Hadits ini juga memerintahkan kita yang melihatnya untuk mengatakan: ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual-belimu’ sebagai teguran dalam bentuk doa, karena memang masjid dibangun bukan untuk jual beli.
Keutamaan dalam Masjid
- Saat berjalan menuju shalat hendaklah berdo’a dengan mengucapkan:
للّهُمَّ اجْعَلْ فيِ قَلْبِي نُوْرًا
وَاجْعَلْ فِي لِسَانِي نُوْرًا وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُوْرًا وَاجْعَلْ
فِي بَصَرِي نُوْرًا وَاجْعَلْ خَلْفِي نُوْرًا وَأَمَامِي نُوْرًا
وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُوْرًا وَمِنْ تَحْتِي نُوْرًا اَللّهُمَّ
وَأَعْظِمْ لِي نُوْرًا
“Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya, dan jadikanlah di dalam
lisanku cahaya, dan jadikanlah pada pendengaranku cahaya, dan
jadikanlah pada penglihatanku cahaya, dan jadikanlah di sebelah
belakangku cahaya dan di hadapanku cahaya, dan jadikanlah di atasku
cahaya dan di bawahku cahaya. Ya Allah, agungkanlah cahayaku!”.
- Memasuki masjid dengan mendahulukan kaki kanan dan berdo’a dengan mengucapkan
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ افْتَحْ لِي أََبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah bukakanlah pintu rahmatmu bagiku”.
- Mendahulukan kaki kiri saat keluar dari mesjid dan berdo’a dengan mengucapkan:
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah limpahkanlah karuniaMu kepadaku”.
- Menunaikan shalat tahiyatul masjid saat memasuki sebuah mesjid.
Berdasarkan hadits riwayat Abi Qotadah Al-Sulami bahwa Rasulullah r bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُم ُالْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ اَنْ يَجْلِسَ
“Apabila salah seorang di antara kalian memasuki masjid maka hendaklah dia shalat dua rekakat sebelum duduk”.[7]
Dan di antara kesalahan yang sering terjadi adalah ditinggalkannya
shalat tahiyyatul masjid hanya karena waktu tersebut adalah waktu
dilarang mengerjakan shalat sunnah.
- Terdapat keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk-duduk di masjid untuk menunggu shalat, berdasarkan sabda Rasulullah r:
فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فيِ
الصَّلاَةِ مَاكَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ واْلمَلاَئِكَةُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ أَحَدِكُمْ مَادَامَ فَِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلىَّ فِيْهِ
يَقُوْلُوْنَ: اَللّهُمَّ ارْحَمْهُ الّلهُمَّ اغْفِرْ لَهُ مَا لَمْ
يُؤْذِ فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ
Apabila seseorang memasuki masjid, maka dia dihitung berada dalam
shalat selama shalat tersebut yang menahannya (di dalam masjid), dan
para malaikat berdo’a kepada salah seorang di antara kalian selama dia
berada pada tempat shalatnya, Mereka mengatakan: “Ya Allah, curahkanlah
rahmat kepadanya, ya Allah ampunilah dirinya selama dia tidak menyakiti
orang lain dan tidak berhadats”.
Termasuk sunnah shalat dengan memakai sandal di mesjid. Anas bin Malik t pernah ditanya: Apakah Rasulullah shalat dengan memakai kedua sandalnya?. Dia menjawab: “Ya”.[8]
Dan apabila seseorang memasuki mesjid lalu melepas kedua sandalnya dan
tidak shalat dengan memakai keduanya maka hendaklah dia menjadikannya di
sebelah kirinya jika dia sendiri di dalam shaf, namun jika dirinya
bersama jama’ah lain dalam shalat berjama’ah maka hendaklah dia
meletakkannya di antara kedua kakinya berdasarkan hadits:
إِذَا صَلىَّ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَضَعْ
نَعْلَيْهِ عَنْ يَمِيْنِهِ وَلاَ يَضَعْهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَتَكُوْنَ
عَنْ يَمِيْنِ غَيْرِهِ إِلاَّ أَلاَّ يَكُوْنَ عَنْ يَسَارِهِ أَحَدٌ
وَلْيَضَعْهُمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat maka janganlah dia
meletakkan sandalnya di sebelah kanannya dan jangan pula disebelah
kirinya sehingga bertempat di sebelah kanan jama’ah yang lainnya kecuali
jika tidak ada seorangpun di sebelah kirinya. Hendaklah dia
meletakannya di antara kedua kakinya”.([9])[10].
Tidak lewat di hadapan orang yang sedang shalat, berdasarkan sabda Nabi :
لَـوْيَعْلَمُ اْلمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ
اْلمُصَليِّ مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِـفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرًا
لًهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya seorang yang lewat di hadapan orang yang sedang shalat
mengetahui besar akibat yang harus ditanggunganya, niscaya berhenti
selama empat puluh lebih baik baginya dari pada berjalan di hadapannya”.[11]. Dianjurkan bagi orang yang shalat untuk menjadikan sutrah (pembatas) bagi dirinya, berdasarkan hadits:
إِذَا صَلىَّ أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلىَ سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat maka hendaklah melaksanakannya di hadapan sutroh dan mendekatlah dengannya”.[12]
- Membersihkan mesjid adalah perbuatan yang utama, dan Nabi r menganggap berludah di mesjid sebagai kesalahan dan penebus dosanya adalah menimbunnya[13], dan hadits yang menerangkan bahwa mahar bidadari adalah membersihkan mesjid adalah hadits yang lemah.
- Tidak boleh bagi orang kafir memasuki salah satu al-haromaini
sekalipun dengan idzin seorang muslim, dan diperbolehkan bagi Al-Zimmi
(Orang kafir yang terikat perjanjian dengan orang muslim) jika orang
tersebut diupah untuk membangun keduanya selama tidak ada orang muslim
yang bisa mengerjakan pekerjaan tersebut.
- Ibnu Muflih rahimahullah berkata: Dan para guru kami berkata: Tidak
mengapa dengan apa yang terjadi pada zaman kita, yaitu menutup mesjid di
luar waktu-waktu shalat, karena khawatir akan terjadinya pencurian
terhadap barang-barang milik mesjid.[14]
- Sesungguhnya mesjid-mesjid yang terdapat di dalam rumah (ruang-ruang
yang dipergunakan untuk shalat) tidak berlaku padanya hukum mesjid,
menurut jumhur ulama oleh karenanya tidak mencegah orang yang junub dan
wanita haid untuk masuk di dalamnya.[15]
Wallahu a’lamu bish shawab.
Maraji’ : Kitab As-Sunan Wal Mubtadi’at Fil ‘Ibadah
http://almadinah.or.id/495-kerusakan-kerusakan-seputar-masjid.html
nn.guru-indonesia.net
muslim.or.id
[1]Dihasankan oleh Albani dalam kitab sisilatus shahihah 3/135.
[2] Shahih Abu Dawud no: 475
[3]
Bisa jadi bagian ini tidak ada hubungannya dengan bab tentang adab di
dalam mesjid namun saya menyebutkannya agar seseorang mengambil manfaat
dariya dalamhal yang berhungan dengan mesjid.
[4]
Dan orang yang pertama kali memberikan unsur emas bagi ka’bah dan
menghiasi mesjid adalah Al-Walid bin Abdul Malik saat ia diutus ke
Khalid bin Adullah Al-Qusari dan ke Mekkah pada saat itu. (Al-Adabus
Syar’iyah 3/374)
[5] Dihasankan oleh Albani dalam kitab Al-Silsilah Al-Shahihah no: 1001.
[8] HR. Bukhari no: 386, Muslim no:255.
[9] HR. Abu Dawud no: 609.
[10] Sangat sulit bagi seseorang untuk memasuki mesjid dengan kedua sendalnya lalu shalat dengan keduanya pada zaman ini.
[11] HR. Abu Dawud no: 649.
[12] HR. Abu Dawud no: 646
[13] HR. Bukhari no: 415, Muslim no:552.
[14] Al-Adabus Syar’iyah 3/384.
[15] Fathul Bari, Ibnu Rajab 1/551.